Rusli Zainal belum menjadi tahanan KPK

Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Riau Rusli Zainal hingga Jumat belum dinyatakan sebagai tahanan oleh KPK terkait dengan kasus korupsi penerbitan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman (IUPHHK-HT) di Pelalawan Riau periode 2001--2006.

"Hingga sore ini, yang bersangkutan masih berstatus tersangka dan belum ada info soal penahanan," ujar Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi di gedung KPK Jakarta.

Mengenai alasan tertundanya penahanan Rusli, Johan menyatakan bahwa dirinya belum tahu karena belum ada informasi yang sampai kepadanya.

Pada hari Jumat ini, Rusli memenuhi panggilan KPK sebagai tersangka kasus di Pelalawan Riau dan dugaan korupsi dan suap pada Pekan Olahraga Nasional (PON) 2012, dan tiba di gedung KPK Jakarta bersama dengan pengacaranya Rudi Alfonso sekitar pukul 09.00 WIB.

Setelah menjalani pemeriksaan sekitar sebelas jam lamanya, Rusli yang keluar pada pukul 20.27 menyatakan bahwa pada pemeriksaan kali ini dia ditanyai penyidik lebih banyak terkait kasus PON 2012.

"Tadi ditanya misalnya bagaimana sistem penganggaran, kemudian bagaimana pelaksanaan PON," ujar Rusli singkat.

Politikus asal Partai Golkar tersebut juga dipanggil KPK pada hari Jumat pekan lalu (31/5) untuk kasus penerimaan hadiah terkait dengan Peraturan Daerah tentang Perubahan Perda Provinsi Riau Nomor 6 Tahun 2010 tentang Pembangunan Venue Pekan Olahraga Nasional.

Rusli menjadi tersangka dalam tiga perkara di KPK, pertama adalah pembahasan Perda No. 6 di Provinsi Riau mengenai PON dengan sangkaan Pasal 12 Huruf a atau b atau Pasal 5 Ayat (1) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1, yaitu penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji terkait dengan kewajibannya.

KPK juga menetapkan Rusli sebagai orang yang memberikan hadiah kepada pejabat negara dalam pembuatan Perda No. 6 tersebut dengan sangkaan Pasal 12 Pasal 5 Ayat (1) Huruf a atau b atau Pasal 13 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 tentang memberikan sesuatu kepada penyelenggara negara untuk berbuat yang bertentangan dengan kewajibannya.

Selanjutnya Rusli juga menjadi tersangka dalam kasus korupsi penerbitan IUPHHK-HT di Pelalawan Riau periode 2001--2006 dengan sangkaan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 tentang penyelenggara negara yang menyalahgunakan kewenangannya dan menyebabkan kerugian keuangan negara.

Terkait dengan kasus Peraturan Daerah tentang Perubahan Perda Provinsi Riau Nomor 6 Tahun 2010 tersebut, KPK telah menetapkan 14 orang tersangka, dan 10 orang di antaranya adalah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau.

Tiga orang telah divonis, yaitu Faisal Aswan dari Fraksi Golkar dan M. Dunir dari Fraksi PKB dan mantan Wakil Ketua DPRD Riau asal Fraksi PAN Taufan Andoso, yakin yang seluruhnya dihukum empat tahun penjara.

Adapun pihak pemerintah yang juga ditetapkan oleh KPK sebagai adalah mantan staf ahli Gubernur Riau Lukman Abbas yang sebelumnya menjabat Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora), Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Olahraga pada Dispora Riau Eka Dharma Putri, dan pegawai PT Pembangunan Perumahan (PP) Rahmat Syaputra.

Lukman Abbas pada hari Rabu (13/3) telah divonis lima tahun dan enam bulan penjara dan denda sebesar Rp200 juta subsider hukuman kurungan selama tiga bulan karena terbukti melakukan suap kepada anggota DPRD Riau sebesar Rp900 juta dan menerima dana untuk pribadi sebesar Rp700 juta dari kontraktor PT Adhi Karya dan kontraktor kerja sama operasi (KSO) proyek PON.

Tujuh tersangka lain adalah anggota DPRD Riau lain, yaitu Adrian Ali (PAN), Abu Bakar Siddiq (Partai Golkar), Tengku Muhazza (Partai Demokrat), Zulfan Heri (Partai Golkar), Syarif Hidayat, Muhamad Rum Zein (PPP), dan Turaoechman Asy`ari (PDI Perjuangan).
(M048/D007)

View this post on my blog

0 comments:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog