Wamenkeu: penurunan peringkat tidak berdampak penerbitan obligasi

Jakarta (ANTARA News) - Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar mengatakan penurunan peringkat Indonesia menjadi stabil oleh lembaga pemeringkat Standard & Poor`s (S&P) tidak mempengaruhi minat investor asing terhadap penerbitan surat berharga negara.

"Kalau ke obligasi saya rasa tidak terlalu (berpengaruh) karena sekarang dunia itu sedang kelebihan likuiditas dan mereka memerlukan instrumen untuk investasi," ujarnya di Jakarta, Jumat.

Menurut Mahendra, penerbitan obligasi masih menjadi salah satu intrumen utama dalam sumber pembiayaan untuk menahan pelebaran defisit anggaran, selain melakukan penghematan belanja Kementerian Lembaga.

Untuk itu, pada sisa tahun ini, pemerintah berupaya menerbitkan surat berharga negara sesuai dengan kebutuhan untuk menarik investor lokal, agar defisit anggaran terkendali dan keberlangsungan fiskal tetap terjaga.

"Penerbitan SBN bisa dilakukan dalam waktu segera, kalau hal-hal lain tentu memerlukan waktu lama, padahal sisa waktu tinggal enam bulan di 2013 ini," ujarnya.

Direktur Strategi Portopolio Utang Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Schneider Siahaan menambahkan penurunan peringkat S&P tersebut tidak membuat adanya pelarian modal (capital outflow).

Bahkan, menurut dia, investor asing sedang mencari instrumen obligasi yang menawarkan imbal hasil (yield) yang kompetitif ditengah lesunya perekonomian global, dan Indonesia salah satu negara yang memiliki persyaratan itu.

"Sampai sekarang data kita menunjukkan investor asing masih masuk dan kita optimistis melihat Indonesia masih bagus (untuk berinvestasi)," katanya.

Sebelumnya, S&P memberikan peringkat stabil yang menyatakan pandangan bahwa kebijakan yang lemah dan tekanan eksternal mampu diimbangi dengan prospek pertumbuhan kuat, kebijakan fiskal yang konservatif dan pengelolaan utang memadai.

Lembaga pemeringkat internasional tersebut juga menyebutkan Indonesia masih memiliki tingkat pengelolaan fiskal dan utang yang relatif terjaga, dengan perkiraan rasio utang terhadap PDB sebesar 22 persen pada 2013. (*)

View this post on my blog

0 comments:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog