Wamendag: pasar ekspor biopestisida besar

Surabaya (ANTARA News) - Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi meyakini pasar ekspor biopestisida makin besar, karena produk pertanian yang dikonsumsi masyarakat internasional dituntut bebas dari bahan berbahaya.

"Kami punya ide agar biopestisida sebagai alternatif menarik. Tentunya untuk mengangkat harga tembakau dan volume produksi komoditas tersebut semakin besar termasuk tanaman pertanian lain seperti kopi dan kakao," ujarnya ditemui dalam "Roundtable Dialogue" Diversifikasi Produk Tembakau Non-Rokok di Mercure Grand Mirama Hotel Surabaya, Rabu.

Ia menjelaskan, pemakaian biopestisida itu bisa membantu petani melakukan diversifikasi produk sekaligus mengajak masyarakat pertembakauan untuk keluar dari polemik kesehatan dan rokok.

"Informasi serupa juga kami berikan kepada pelaku industri rokok seperti Sampoerna dan Djarum. Kami ingin mereka memisahkan antara tembakau dengan rokok," ucapnya.

Tantangan masyarakat tembakau masa kini, kata dia, adalah menjadikan tembakau mempunyai nilai lebih di pasar perdagangan.

"Jatim memiliki potensi untuk mewujudkan hal itu. Apalagi, sekarang Jatim memiliki agrowisata yang bisa mengkonversi nilai wisata dengan nilai pertanian yang ada. Kami berterima kasih kepada Universitas Negeri Jember dan Perhepi yang selalu mengikuti segala isu tentang tembakau," paparnya.

Di sisi lain, pelaku industri bisa diibaratkan sedang mengalami perang, yakni kesehatan melawan rokok. Kondisi itu diperkuat dengan pembatasan iklan rokok yang kian meningkat.

"Di satu sisi, kami mendukung sepenuhnya peran Kementerian Kesehatan guna menyosialisasi bahaya rokok. Namun, kami juga ingin merubah pemikiran masyarakat yang melihat tembakau identik dengan rokok, Tembakau adalah tembakau dan rokok adalah rokok, meskipun selama ini 99 persen tembakau digunakan untuk rokok," katanya.

Oleh karena itu, Kementerian Perdagangan berharap bisa membangun tembakau non-rokok hingga mampu menarik harga tembakau pada kisaran yang kurang lebih sama dengan rokok.

"Idealnya harga tembakau jangan terlalu murah atau berkisar antara Rp35.000--Rp45.000 perkilogram sehingga patokannya menarik dan bermanfaat bagi petani," ujarnya.

Saat ini, volume tembakau nasional mencapai 230.000 ton dengan 130.000 ton di antaranya dihasilkan Jatim. Ke depan, tembakau yang dihasilkan petani diharapkan berkadar nikotin nol persen.

"Indonesia punya sejarah panjang tentang tembakau. Seperti tembakau di Besuki dan Deli yang punya pasar ekspor di Bremen, Jerman, dan ini bisa memacu kebangkitan industri tembakau nasional pada masa mendatang," katanya. (*)

View this post on my blog

0 comments:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog