Penyimpangan Perusahaan Tambang Berpotensi Rugikan Negara Rp 100 Miliar

JAKARTA, KOMPAS.com — Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan dugaan penyimpangan yang dilakukan 22 perusahaan tambang di empat provinsi. Total nilai kerugian negara dalam penyimpangan tersebut sekitar Rp 100 miliar.

Hal itu dikatakan anggota BPK, Ali Masyur Musa, saat jumpa pers seusai menyerahkan hasil audit BPK kepada Komisi Pemberantasan Korupsi di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (24/5/2013). Ali didampingi Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja.

"Audit BPK, ada 15 temuan yang dilakukan 22 perusahaan, di mana menambang dan ekspolorasi sampai eksploitasi di kawasan hutan tanpa izin. Tidak ada izin pinjam pakai kawasan hutan. Ada potensi kerugian negara plus minus Rp 100 miliar lebih sedikit di temuan terakhir. Belum lagi temuan yang sebelumnya," kata Ali.

Pernyataan Ali tersebut sekaligus meralat pernyataannya saat tiba di KPK. Saat itu, ia menyebut ada 15 perusahaan yang melakukan penyimpangan di bidang tambang dan kayu ilegal.

Ali mengatakan, penambangan tanpa izin di kawasan hutan tersebut dilakukan di daerah Kalimantan Tengah, Riau, Maluku Utara, dan Papua Barat. Namun, ia tidak mau mengungkap identitas 22 perusahaan tersebut dan merinci berapa indikasi kerugian negara di tiap perusahaan.

"Mohon maaf karena sedang proses koordinasi sesama aparat penegak hukum dan sudah menginjak pro-justicia, saya tidak bisa sebutkan perusahaan dan berapa kerugian negara di perusahaan itu. Lain ketika kami sedang periksa, itu boleh (diungkap)," kata Ali.

Ali juga mengapresiasi atas perkembangan penyelidikan yang dilakukan KPK. BPK dan KPK sepakat untuk terus berkoordinasi untuk mengusut eksploitasi sumber daya alam yang melanggar hukum.

"Hutan dan sumber daya alam jangan diobral sejak pemberian IUP (izin usaha pertambangan) sampai pasca-tambangnya. Itu betul-betul harus prudent. Kalau kita lihat di beberapa kawasan, apakah itu Kalimantan Selatan, Bangka Belitung, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, ekosistemnya sudah rusak parah. Biasanya IUP diobral, khususnya menjelang pilkada biasanya ada (kepala daerah) incumbent yang obral," ucapnya.

Pandu mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti temuan BPK tersebut. Pihaknya juga akan menyinergikan temuan Litbang KPK dengan hasil audit BPK.

Editor :

Inggried Dwi Wedhaswary

View this post on my blog

0 comments:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog